Ilmu yang mempelajari gerakan tubuh manusia (kinematika) dibagi menjadi 2, yaitu yang mempelajari gerakan tulang disebut Osteokinematika dan yang mempelajari gerakan sendi atau gerakan yang terjadi pada permukaan sendi disebut Artrokinematika. Ada 2 tipe dasar gerakan tulang yaitu rotasi (gerakam berputar pada suatu aksis) dan translasi (gerakan menurut garis lurus). Rotasi dan translasi tulang akan menghasilkan gerakan tertentu dalam sendi. Rotasi tulang menghasilkan gerakan Roll-Gliding di dalam sendi dan translasi tulang menghasilkan gerakan Gliding, Traksi ataupun Compression dalam sendi. 3 gerakan terakhir termasuk dalam Joint Play movement.
Rotasi tulang => Roll-Gliding = Gerakan Fisiologis
Translasi tulang => Gliding, Traksi, Compression = Joint Play
Sabtu, 28 Mei 2016
Kamis, 26 Mei 2016
Rabu, 25 Mei 2016
Joint Play
Joint play adalah istilah yang digunakan dalam Manipulative Therapy untuk menggambarkan apa yang terjadi di dalam sendi ketika dilakukan gerakan translasi. Gerakan-gerakan tersebut dilakukan secara pasif oleh terapis pada saat pemeriksaan maupun terapi. Ada 3 macam joint play movement yaitu :
1. Traction / traksi
Apabila gerakan translasi tulang arahnya tegak lurus dan menjauhi bidang terapi, serta terjadi perenggangan permukaan sendi disebut traksi. Apabila gerakan tersebut tidak sampai menimbulkan perenggangan sendi disebut distraksi.
Traksi untuk mengurangi nyeri yaitu digunakan traksi grade I / traksi dalam grade II tetapi tidak sampai terjadi slack taken up. Traksi untuk mengurangi nyeri ini dilakukan pada resting position atau actual resting position.
Traksi untuk menambah mobilitas sendi yaitu digunakan traksi grade II untuk meregang jaringan yang memendek, menghambat gerakan dan dilakukan pada resting position atau actual resting position.
2. Compression / Kompresi
Apabila arah gerakan translasi tegak lurus terhadap dan ke arah bidang terapi, dan kedua permukaan sendi saling mendekat / menekan disebut kompresi. Apanila timbul nyeri akibat kompresi sendi, hal ini mengindikasikan adanya lesi sendi. Karena tes gerakan melawan tahanan juga dapat menimbulkan kompresi sendi maka kedua tes tersebut sebaiknya dilakukan secara terpisah, dan tes kompresi sebaiknya dilakukan sebelum tes melawan tahanan. Kompresi sendi dapat membantu membedakan antara lesi artikuler dan ekstra artikuler.
3. Translatoric Gliding
Apabila gerakan translasi yang terjadi paralel / sejajar dengan bidang terapi (bukan sejajar dengan permukaan sendi), dan menimbulkan geseran / luncuran antara kedua permukaan sendi translatoric gliding dan untuk selanjutnya hanya disebut gliding. Gerakan joint play ini dilakukan baik pada saat tes maupun terapi. Dalam melakukan gliding selalu disertai dengan grade I. Gliding yang mungkin terjadi pada sendi hanya kecil (jaraknya sangat pendek) karena kurva permukaan sendi tidak congruent dengan sempurna. Pada gambar dibawah, arah gliding digambarkan dengan 2 panah besar dan traksi grade I digambarkan dengan panah kecil.
1. Traction / traksi
Apabila gerakan translasi tulang arahnya tegak lurus dan menjauhi bidang terapi, serta terjadi perenggangan permukaan sendi disebut traksi. Apabila gerakan tersebut tidak sampai menimbulkan perenggangan sendi disebut distraksi.
Traksi untuk mengurangi nyeri yaitu digunakan traksi grade I / traksi dalam grade II tetapi tidak sampai terjadi slack taken up. Traksi untuk mengurangi nyeri ini dilakukan pada resting position atau actual resting position.
Traksi untuk menambah mobilitas sendi yaitu digunakan traksi grade II untuk meregang jaringan yang memendek, menghambat gerakan dan dilakukan pada resting position atau actual resting position.
2. Compression / Kompresi
Apabila arah gerakan translasi tegak lurus terhadap dan ke arah bidang terapi, dan kedua permukaan sendi saling mendekat / menekan disebut kompresi. Apanila timbul nyeri akibat kompresi sendi, hal ini mengindikasikan adanya lesi sendi. Karena tes gerakan melawan tahanan juga dapat menimbulkan kompresi sendi maka kedua tes tersebut sebaiknya dilakukan secara terpisah, dan tes kompresi sebaiknya dilakukan sebelum tes melawan tahanan. Kompresi sendi dapat membantu membedakan antara lesi artikuler dan ekstra artikuler.
3. Translatoric Gliding
Apabila gerakan translasi yang terjadi paralel / sejajar dengan bidang terapi (bukan sejajar dengan permukaan sendi), dan menimbulkan geseran / luncuran antara kedua permukaan sendi translatoric gliding dan untuk selanjutnya hanya disebut gliding. Gerakan joint play ini dilakukan baik pada saat tes maupun terapi. Dalam melakukan gliding selalu disertai dengan grade I. Gliding yang mungkin terjadi pada sendi hanya kecil (jaraknya sangat pendek) karena kurva permukaan sendi tidak congruent dengan sempurna. Pada gambar dibawah, arah gliding digambarkan dengan 2 panah besar dan traksi grade I digambarkan dengan panah kecil.
Rabu, 11 Mei 2016
Bagaimana Pemeriksaan Stabilitas Sendi Lutut?
Pemeriksaan stabilitas sendi lutut yaitu:
1. Tes laci sorong
Ada 2 macam yaitu laci sorong ke depan (anterior) ditujukan untuk ligamentum cruciatum anterior dan laci sorong ke belakang (posterior) ditujukan untuk ligamentum cruciatum posterior. Prosedur pemeriksaan, posisi pasien tidur terlentang dengan satu lutut yang diperiksa difleksikan (ditekuk) dan yang lain tetap lurus. Pergelangan kaki difiksasi dengan cara diduduki oleh terapis. Kedua tangan terapis memberikan tarikan ke arah anterior untuk mengetahui adanya ruptur tendon crusiatum anterior dan tarikan ke arah posterior untuk mengetahui adanya ruptur tendon crusiatum posterior. Pemeriksaan ini dapat dikombinasikan dengan posisi kaki endorotasi atau eksorotasi.Cara pelaksanaan dapat dilihat dalam gambar 1.
2. Tes hiperekstensi
Ditujukan pada ligamentum cruciatum anterior dan posterior. Adanya lesi dari ligamentum ini akan menambah sudut ekstensi lutut. Posisi pasien tidur terlentang dengan kedua tungkai lutut ekstensi penuh. Satu tungkai ditekankan ke bawah, fiksasi pada lutut dan pergelangan kaki secara bergantian. Bila hiperekstensi bertambah maka kemungkinan terjadi kerusakan pada simpai sendi atau ligamentum cruciatum anterior. Cara pelaksanaan dapat dilihat dalam gambar 2.
3. Tes hipermobilitas varus
Tes ini untuk mengetahui lesi pada ligamentum collateral lateral. Caranya posisi pasien terlentang diatas bed tungkai yang akan diperiksa berada disamping luar bed dan tungkai yang lain lurus di bed. Salah satu tangan terapis berada disisi medial lutut sebagai fiksasi dan tangan yang lain berada di sisi lateral dari pergelangan kaki untuk memberikan dorongan ke arah dalam. Cara pelaksanaan dapat dilihat dalam gambar 3.
4. Tes hipermobilitas valgus
Tes ini untuk mengetahui lesi ligamentum collateral medial, caranya hampir sama dengan hipermobilitas varus hanya saja posisi tangan terapis yang berfungsi sebagai fiksasi berada disisi lateral sendi lutut sementara tangan yang lain disisi medial dari pergelangan kaki untuk memberikan dorongan ke arah luar. Cara pelaksanaan dapat dilihat dalam gambar 4.
5. Tes gravity sign
Tes ini lebih ditujukan pada ligamentum cruciatum posterior. Prosedur pemeriksaan, posisi pasien tidur terlentang kemudian pasien diminta agar kedua kaki diangkat sehingga femur dan tibia membentuk sudut 90 derajat. Satu tangan menyangga tungkai pada tumitnya dan tangan yang lain merapatkan paha pasien, kemudian dilihat ketinggian tuberositas tibia kanan dan kiri sejajar atau tidak. Bila ketinggiannya berbeda maka bagian yang lebih rendah menunjukkan adanya kerobekkan ligamentum cruciatum posterior. Cara pelaksanaan dapat dilihat dalam gambar 5.
1. Tes laci sorong
Ada 2 macam yaitu laci sorong ke depan (anterior) ditujukan untuk ligamentum cruciatum anterior dan laci sorong ke belakang (posterior) ditujukan untuk ligamentum cruciatum posterior. Prosedur pemeriksaan, posisi pasien tidur terlentang dengan satu lutut yang diperiksa difleksikan (ditekuk) dan yang lain tetap lurus. Pergelangan kaki difiksasi dengan cara diduduki oleh terapis. Kedua tangan terapis memberikan tarikan ke arah anterior untuk mengetahui adanya ruptur tendon crusiatum anterior dan tarikan ke arah posterior untuk mengetahui adanya ruptur tendon crusiatum posterior. Pemeriksaan ini dapat dikombinasikan dengan posisi kaki endorotasi atau eksorotasi.Cara pelaksanaan dapat dilihat dalam gambar 1.
2. Tes hiperekstensi
Ditujukan pada ligamentum cruciatum anterior dan posterior. Adanya lesi dari ligamentum ini akan menambah sudut ekstensi lutut. Posisi pasien tidur terlentang dengan kedua tungkai lutut ekstensi penuh. Satu tungkai ditekankan ke bawah, fiksasi pada lutut dan pergelangan kaki secara bergantian. Bila hiperekstensi bertambah maka kemungkinan terjadi kerusakan pada simpai sendi atau ligamentum cruciatum anterior. Cara pelaksanaan dapat dilihat dalam gambar 2.
3. Tes hipermobilitas varus
Tes ini untuk mengetahui lesi pada ligamentum collateral lateral. Caranya posisi pasien terlentang diatas bed tungkai yang akan diperiksa berada disamping luar bed dan tungkai yang lain lurus di bed. Salah satu tangan terapis berada disisi medial lutut sebagai fiksasi dan tangan yang lain berada di sisi lateral dari pergelangan kaki untuk memberikan dorongan ke arah dalam. Cara pelaksanaan dapat dilihat dalam gambar 3.
4. Tes hipermobilitas valgus
Tes ini untuk mengetahui lesi ligamentum collateral medial, caranya hampir sama dengan hipermobilitas varus hanya saja posisi tangan terapis yang berfungsi sebagai fiksasi berada disisi lateral sendi lutut sementara tangan yang lain disisi medial dari pergelangan kaki untuk memberikan dorongan ke arah luar. Cara pelaksanaan dapat dilihat dalam gambar 4.
5. Tes gravity sign
Tes ini lebih ditujukan pada ligamentum cruciatum posterior. Prosedur pemeriksaan, posisi pasien tidur terlentang kemudian pasien diminta agar kedua kaki diangkat sehingga femur dan tibia membentuk sudut 90 derajat. Satu tangan menyangga tungkai pada tumitnya dan tangan yang lain merapatkan paha pasien, kemudian dilihat ketinggian tuberositas tibia kanan dan kiri sejajar atau tidak. Bila ketinggiannya berbeda maka bagian yang lebih rendah menunjukkan adanya kerobekkan ligamentum cruciatum posterior. Cara pelaksanaan dapat dilihat dalam gambar 5.
Jumat, 06 Mei 2016
Anatomi dan Biomekanik Sendi Lutut
Sendi lutut disusun oleh os femur, os patella, os tibia dan os fibulla. Permukaan dari femur dan tibia hampir tidak memiliki kesesuaian bentuk. Dimana condylus lateral dan medial berbentuk seperti katrol, sedangkan dataran tibia memiliki permukaan yang hampir rata. Sendi lutut dibentuk oleh tiga persendian yaitu art tibiofemoralis, art patellofemoralis, art tibiofibularis.
Semua permukaan sendi ditutupi oleh tulang rawan dengan ketebalan 3-4 mm. Kapsul sendi merupakan rongga besar, dapat dimasukkan udara sebanyak 30-40 cc. Kapsul melekat ke femur dekat tepi tulang rawan sendi pada epicondylus. Meniskus membantu dalam pembagian tekanan antara femur dan tibia sehingga meningkatkan elatisitas sendi dan membantu pelumasan sendi. Gerak sendi lutut yang utama adalah gerakan fleksi-ekstensi yang terletak diatas permukaan sendi, yaitu melewati condylus femoris. Sedangkan gerakan rotasi aksisnya longitudinal pada daerah condylus medial femoris.
Ligamen yang terdapat pada sendi lutut mencakup ligamen krusiatum dan kolateral. Ligamen krusiatum posterior membantu fleksi lutut normal dan mencegah endorotasi secara berlebihan dari tibia pada femur. Ligamen krusiatum anterior menstabilkan ekstensi lutut, mencegah hiperekstensi dan terjadinya hipereksorotasi. Sedang kapsuler dan ligamen kolateral menstabilkan sendi dengan membatasi gerak sendi.
Otot penggerak fleksi lutut adalah m. hamstring terdiri dari m. biceps femoris, m. semitendinosus, m. semimembranosus. Selain m. hamstring, fleksi lutut juga dibantu oleh kerja m. gastroanemius, m. popliteus, m. grasilis. Gerakan fleksi dibatasi kontaknya otot-otot jaringan lunak tumit dan bagian posterior paha. Berperan sebagai fiksator dalam gerakan fleksi lutut adalah kontaksi otot illiocostalis dan m. lumborum serta berat paha dan pinggul. Dan otot penggerak ekstensi lutut adalah m. quadriceps terdiri dari m. rectus femoris, m. vastus medialis, m. vastus lateralis dan m. vastus intermedius. Gerakan ekstensi dibatasi oleh ketegangan kapsul dan ligamentum. Sedangkan untuk penggerak rotasi lutut ke arah dalam adalah m. popliteus, m. grasilis dan dibantu oleh m. hamstring bagian dalam sedangkan penggerak rotasi keluar adalah m. biceps femoris dan tensor fascia lata.
Artrokinematika sendi lutut adalah pada femur (konfek) maka gerakan yang terjadi adalah rolling dan sliding berlawanan arah. Saat fleksi, femur rolling ke dorsal dan sliding ke ventral. Saat ekstensi kebalikan dari fleksi. Dan jika tibia (konkaf) bergerak fleksi maupun ekstensi maka rolling dan sliding searah yaitu saat fleksi ke dorsal sedang saat ekstensi ke ventral.
Sendi lutut ditutup oleh kapsul sendi yang berfungsi sebagai pertahanan yang penting terhadap kerusakan sendi. Meniskus adalah bangunan tulang rawan yang berfungsi sebagai lubrikan (pelapis) dan membantu mengurangi goncangan. Meniskus juga membantu tulang femur saat gerakan memutar (rolling) dan saat menggeser (gliding) dimana gerakan ini dapat membatasi fleksi dan ekstensi yang berlebihan dari sendi lutut.
Sendi patellofemoralis adalah sendi jaringan lunak dibawah kontrol beberapa otot dan struktur fascia. Patella merupakan pusat stabilisasi dari semua tenaga statik dan dinamik sekitar sendi patellofemoralis.
Konsep utama biomekanik pada lutut adalah peningkatan tekanan (kekuatan per unit area) dan respon muskuloskeletal pada tekanan ini. Tekanan ini menjadi lebih besar dengan meningkatnya ketegangan quadriceps dan meningkatnya fleksi lutut. Pada orang dengan normal aligament, berdiri dengan kedua kaki dengan tekanan garis weight-bearing dari pusat caput femoral melalui pusat lutut dan melalui pusat pergelangan kaki.
Konsep biomekanik lainnya yang harus dimengerti adalah mekanisme dari axis lutut. Axis anatomis lutut adalah sudut yang terbentuk dari titik pertemuan antara garis dari pusat lutut ke pusat batang femur dan garis pusat lutut batang tibia. Axis mekanis merupakan sudut yang dibentuk oleh pertemuan garis dari pusat proksimal tibia. Variasi axis mekanis berbeda-beda untuk masing-masing individu, biasanya berkisar antara 4-7 derajat.
Semua permukaan sendi ditutupi oleh tulang rawan dengan ketebalan 3-4 mm. Kapsul sendi merupakan rongga besar, dapat dimasukkan udara sebanyak 30-40 cc. Kapsul melekat ke femur dekat tepi tulang rawan sendi pada epicondylus. Meniskus membantu dalam pembagian tekanan antara femur dan tibia sehingga meningkatkan elatisitas sendi dan membantu pelumasan sendi. Gerak sendi lutut yang utama adalah gerakan fleksi-ekstensi yang terletak diatas permukaan sendi, yaitu melewati condylus femoris. Sedangkan gerakan rotasi aksisnya longitudinal pada daerah condylus medial femoris.
Ligamen yang terdapat pada sendi lutut mencakup ligamen krusiatum dan kolateral. Ligamen krusiatum posterior membantu fleksi lutut normal dan mencegah endorotasi secara berlebihan dari tibia pada femur. Ligamen krusiatum anterior menstabilkan ekstensi lutut, mencegah hiperekstensi dan terjadinya hipereksorotasi. Sedang kapsuler dan ligamen kolateral menstabilkan sendi dengan membatasi gerak sendi.
Otot penggerak fleksi lutut adalah m. hamstring terdiri dari m. biceps femoris, m. semitendinosus, m. semimembranosus. Selain m. hamstring, fleksi lutut juga dibantu oleh kerja m. gastroanemius, m. popliteus, m. grasilis. Gerakan fleksi dibatasi kontaknya otot-otot jaringan lunak tumit dan bagian posterior paha. Berperan sebagai fiksator dalam gerakan fleksi lutut adalah kontaksi otot illiocostalis dan m. lumborum serta berat paha dan pinggul. Dan otot penggerak ekstensi lutut adalah m. quadriceps terdiri dari m. rectus femoris, m. vastus medialis, m. vastus lateralis dan m. vastus intermedius. Gerakan ekstensi dibatasi oleh ketegangan kapsul dan ligamentum. Sedangkan untuk penggerak rotasi lutut ke arah dalam adalah m. popliteus, m. grasilis dan dibantu oleh m. hamstring bagian dalam sedangkan penggerak rotasi keluar adalah m. biceps femoris dan tensor fascia lata.
Artrokinematika sendi lutut adalah pada femur (konfek) maka gerakan yang terjadi adalah rolling dan sliding berlawanan arah. Saat fleksi, femur rolling ke dorsal dan sliding ke ventral. Saat ekstensi kebalikan dari fleksi. Dan jika tibia (konkaf) bergerak fleksi maupun ekstensi maka rolling dan sliding searah yaitu saat fleksi ke dorsal sedang saat ekstensi ke ventral.
Sendi lutut ditutup oleh kapsul sendi yang berfungsi sebagai pertahanan yang penting terhadap kerusakan sendi. Meniskus adalah bangunan tulang rawan yang berfungsi sebagai lubrikan (pelapis) dan membantu mengurangi goncangan. Meniskus juga membantu tulang femur saat gerakan memutar (rolling) dan saat menggeser (gliding) dimana gerakan ini dapat membatasi fleksi dan ekstensi yang berlebihan dari sendi lutut.
Sendi patellofemoralis adalah sendi jaringan lunak dibawah kontrol beberapa otot dan struktur fascia. Patella merupakan pusat stabilisasi dari semua tenaga statik dan dinamik sekitar sendi patellofemoralis.
Konsep utama biomekanik pada lutut adalah peningkatan tekanan (kekuatan per unit area) dan respon muskuloskeletal pada tekanan ini. Tekanan ini menjadi lebih besar dengan meningkatnya ketegangan quadriceps dan meningkatnya fleksi lutut. Pada orang dengan normal aligament, berdiri dengan kedua kaki dengan tekanan garis weight-bearing dari pusat caput femoral melalui pusat lutut dan melalui pusat pergelangan kaki.
Konsep biomekanik lainnya yang harus dimengerti adalah mekanisme dari axis lutut. Axis anatomis lutut adalah sudut yang terbentuk dari titik pertemuan antara garis dari pusat lutut ke pusat batang femur dan garis pusat lutut batang tibia. Axis mekanis merupakan sudut yang dibentuk oleh pertemuan garis dari pusat proksimal tibia. Variasi axis mekanis berbeda-beda untuk masing-masing individu, biasanya berkisar antara 4-7 derajat.
Kamis, 05 Mei 2016
Low Back Pain (LBP)
A. Definisi LBP
LBP adalah rasa nyeri atau tidak nyaman yang dirasakan pada tulang punggung. Tempat yang paling sering adalah tulang punggung bawah. Dibedakan menjadi 2, akut: waktu singkat, <1 bulan, dapat sembuh sendiri dan kronis: 2-3 bulan, perlu tindakan khusus (FT, pembedahan)
B. Anatomi Spine
Meindungi struktur penting: spinal cord. Terdiri dasi susunan tulang vertebra, yaitu:
7 ruas tulang servikal: yang menyangga kepala
12 ruas tulang torakal: terikat dengan aorta (sangat stabil)
5 ruas tulang lumbal: vertebral body terbesar
5 ruas tulang sakrum: yang berhubungan dengan pelvis (penyangga berat badan)
koksigis
C. Gejala Klinis
1. Rasa terbakar
2. Nyeri
3. Nyeri hilang timbul
4. Rasa kesemutan / kelemahan tungkai / kaki
D. Penyebab LBP
1. Paraspinal muscle strain / spasme / kontraktur
2. Ruptur atau herniasi diskus
3. Degenerasi diskus (osteoarthritis)
4. Spinal stenosis (penyempitan canalis spinalis)
5. Robekan otot atau ligament yang menyangga punggung
6. Fraktur karena osteoporosis
7. Mis alignment of the vertebrae: spondylolisthesis
8. Spine abnormality (scoliosis)
E. Diskus
Terletak diantara 2 corpus vertebra
Terdiri dari annulus fibrosus (di luar: terdiri dari cartilage) dan nucleus propulsus (di dalam: seperti jelly)
F. Struktur sekitar
Paraspinasus muscle dan ligament (umtuk memperkuat dan memungkinkan gerakan antar tulang vertebra)
Otot perut dan dada dapat mengurangi tekanan pada bagian bawah dengan mendistribusikan beban tubuh.
G. Yang harus dikerjakan bila terjadi LBP:
1. Aktivitas dikurangi (istirahat)
48-72 jam gunakan es, setelah itu gunakan modalitas panas
Beri anti nyeri
Muscle relaxant
2. Posisi tidur
Sebelumnya berendam air hangat
Relaxasi
Bantal di belakang lutut
H. Tanda-tanda bahaya LBP:
1. Panas
2. Nyeri hebat
3. Numbness. weakness, kehilangan sensasi pada tungkai
4. Kehilangan kontrol BAB, BAK
5. "Canda Equina Syndrome"
-Dull back pain
-Numbness di bokong, genital area
-Kehilangan kontrol BAB / BAK
LBP adalah rasa nyeri atau tidak nyaman yang dirasakan pada tulang punggung. Tempat yang paling sering adalah tulang punggung bawah. Dibedakan menjadi 2, akut: waktu singkat, <1 bulan, dapat sembuh sendiri dan kronis: 2-3 bulan, perlu tindakan khusus (FT, pembedahan)
B. Anatomi Spine
Meindungi struktur penting: spinal cord. Terdiri dasi susunan tulang vertebra, yaitu:
7 ruas tulang servikal: yang menyangga kepala
12 ruas tulang torakal: terikat dengan aorta (sangat stabil)
5 ruas tulang lumbal: vertebral body terbesar
5 ruas tulang sakrum: yang berhubungan dengan pelvis (penyangga berat badan)
koksigis
C. Gejala Klinis
1. Rasa terbakar
2. Nyeri
3. Nyeri hilang timbul
4. Rasa kesemutan / kelemahan tungkai / kaki
D. Penyebab LBP
1. Paraspinal muscle strain / spasme / kontraktur
2. Ruptur atau herniasi diskus
3. Degenerasi diskus (osteoarthritis)
4. Spinal stenosis (penyempitan canalis spinalis)
5. Robekan otot atau ligament yang menyangga punggung
6. Fraktur karena osteoporosis
7. Mis alignment of the vertebrae: spondylolisthesis
8. Spine abnormality (scoliosis)
E. Diskus
Terletak diantara 2 corpus vertebra
Terdiri dari annulus fibrosus (di luar: terdiri dari cartilage) dan nucleus propulsus (di dalam: seperti jelly)
F. Struktur sekitar
Paraspinasus muscle dan ligament (umtuk memperkuat dan memungkinkan gerakan antar tulang vertebra)
Otot perut dan dada dapat mengurangi tekanan pada bagian bawah dengan mendistribusikan beban tubuh.
G. Yang harus dikerjakan bila terjadi LBP:
1. Aktivitas dikurangi (istirahat)
48-72 jam gunakan es, setelah itu gunakan modalitas panas
Beri anti nyeri
Muscle relaxant
2. Posisi tidur
Sebelumnya berendam air hangat
Relaxasi
Bantal di belakang lutut
H. Tanda-tanda bahaya LBP:
1. Panas
2. Nyeri hebat
3. Numbness. weakness, kehilangan sensasi pada tungkai
4. Kehilangan kontrol BAB, BAK
5. "Canda Equina Syndrome"
-Dull back pain
-Numbness di bokong, genital area
-Kehilangan kontrol BAB / BAK
Selasa, 03 Mei 2016
Cerebral Palsy
Istilah "cerebral palsy", yang dipergunakan secara luas, meliputi kelainan sistem saraf yang ditandai dengan gejala kelumpuhan pada masa bayi atau kanak-kanak. Kelompok heterogen ini mencakup kelainan dan kerusakan pada sistem saraf yang terjadi di dalam uterus, pada saat lahir atau pada masa postnatal yang dini, dan kelainan tersebut disebabkan oleh efek dalam pertumbuhan, trauma lahir, anoxia postnatal, encephalitis atau meningitis intrauterin, cerebrovasculer accident pada masa infancy dan kernicterus.
Cerebral Palsy terdiri atas berbagai tipe: spastik, athetoid, ataxic, rigid dan tremorous. Kombinasi kelompok-kelompok ini sering ditemukan dan dapat disertai efek saraf lainnya yang penting seperti gangguan berbicara, dysphasia, apraxia, hemianopsia dan retardasi mental. Cedera pada otak pada saat lahir harus kita pikirkan kalau terjadi kegelisahan, kesukaran waktu menyusui dan miskinnya gerakan si bayi. Laju perkembangan motorik, kemampuan bicara dan intelektual lainnya dapat mengalami kelambatan pada cerebral palsy. Pada kasus-kasus yang ringan, efek tersebut mungkin tidak diketahui sampai beberapa tahun dan kemudian tampak jelas bahwa anak tersebut terbelakang secara fisik dan intelektual bila dibandingkan dengan anak-anak lainnya dari kelompok usia yang sama.
Insiden yang relatif dari tipe-tipe klinik cerebral palsy, yang digolongkan berdasarkan keluhan motorik yang utama adalah sebagai berikut: spastik 65%, athetoid 25%, rigid, tremorous, ataxic 10%
Hemiplegia spastik infantil merupakan bentuk cerebral palsy yang paling sering terjadi dan kurang lebih berjumlah sepertiga dari semua kasus. Hemiplegia spastik prenatal jarang terjadi (kurang dari 5%) dan disebabkan oleh malformasi otak atau prenatal "stroke" akibat toxemia. Hemiplegia spastik natal merupakan tipe yang paling sering (65%). Predisposing factor meliputi prematuritas serta berat badan lahir yang besar dan mungkin pula debilitas pada bayi baru lahir atau diathesis perdarahan. Trauma akibat forceps dapat menimbulkan cedera otak dan bahaya fisiologis pada saat lahir dapat menyebabkan cedera kepala fetus yang menjadi penyulit selama persalinan. Disproporsi pelvis, dystocia atau induksi pitocin dapat memperburuk trauma fisiologis. Hemiplegia spastik infantil postnatal sering terjadi (melebihi 30%).Hemiplegia ini terdiri atas lebuh daripada 90% dari seluruh cerebral palsy postnatal, karena sebagian besar cedera otak postnatal adalah unilateral. Biasanya hemiplegia spastik infantil postnatal disebabkan oleh trauma kepala, infeksi dan encephalitis serta kerusakan vasculer. Aphasia motorik sering ditemukan hanya pada hemiplegia kanan postnatal.
Retardasi mental dan serangan konvulsi umumnya terjadi pada segala bentuk hemiplegia spastik infantil. Biasanya ekstremitas atas lebih terkena daripada ekstremitas bawah. Handikap sensorik lebih berat daripada motorik karena proprioseptif dan diskriminasi bentuk menghilang. Kegagalan pertumbuhan dapat berasal dari cerebri sebagai akibat terkenanya gyrus postcentralis. Hemianopsia dapat terjadi setelah kerusakan lobus occipitalis.
Pengobatan pasien-pasien athetosis dengan diazepam (valium), 2-20 mg per hari, ternyata memberikan hasil yang baik.
Cerebral Palsy terdiri atas berbagai tipe: spastik, athetoid, ataxic, rigid dan tremorous. Kombinasi kelompok-kelompok ini sering ditemukan dan dapat disertai efek saraf lainnya yang penting seperti gangguan berbicara, dysphasia, apraxia, hemianopsia dan retardasi mental. Cedera pada otak pada saat lahir harus kita pikirkan kalau terjadi kegelisahan, kesukaran waktu menyusui dan miskinnya gerakan si bayi. Laju perkembangan motorik, kemampuan bicara dan intelektual lainnya dapat mengalami kelambatan pada cerebral palsy. Pada kasus-kasus yang ringan, efek tersebut mungkin tidak diketahui sampai beberapa tahun dan kemudian tampak jelas bahwa anak tersebut terbelakang secara fisik dan intelektual bila dibandingkan dengan anak-anak lainnya dari kelompok usia yang sama.
Insiden yang relatif dari tipe-tipe klinik cerebral palsy, yang digolongkan berdasarkan keluhan motorik yang utama adalah sebagai berikut: spastik 65%, athetoid 25%, rigid, tremorous, ataxic 10%
Hemiplegia spastik infantil merupakan bentuk cerebral palsy yang paling sering terjadi dan kurang lebih berjumlah sepertiga dari semua kasus. Hemiplegia spastik prenatal jarang terjadi (kurang dari 5%) dan disebabkan oleh malformasi otak atau prenatal "stroke" akibat toxemia. Hemiplegia spastik natal merupakan tipe yang paling sering (65%). Predisposing factor meliputi prematuritas serta berat badan lahir yang besar dan mungkin pula debilitas pada bayi baru lahir atau diathesis perdarahan. Trauma akibat forceps dapat menimbulkan cedera otak dan bahaya fisiologis pada saat lahir dapat menyebabkan cedera kepala fetus yang menjadi penyulit selama persalinan. Disproporsi pelvis, dystocia atau induksi pitocin dapat memperburuk trauma fisiologis. Hemiplegia spastik infantil postnatal sering terjadi (melebihi 30%).Hemiplegia ini terdiri atas lebuh daripada 90% dari seluruh cerebral palsy postnatal, karena sebagian besar cedera otak postnatal adalah unilateral. Biasanya hemiplegia spastik infantil postnatal disebabkan oleh trauma kepala, infeksi dan encephalitis serta kerusakan vasculer. Aphasia motorik sering ditemukan hanya pada hemiplegia kanan postnatal.
Retardasi mental dan serangan konvulsi umumnya terjadi pada segala bentuk hemiplegia spastik infantil. Biasanya ekstremitas atas lebih terkena daripada ekstremitas bawah. Handikap sensorik lebih berat daripada motorik karena proprioseptif dan diskriminasi bentuk menghilang. Kegagalan pertumbuhan dapat berasal dari cerebri sebagai akibat terkenanya gyrus postcentralis. Hemianopsia dapat terjadi setelah kerusakan lobus occipitalis.
Pengobatan pasien-pasien athetosis dengan diazepam (valium), 2-20 mg per hari, ternyata memberikan hasil yang baik.
Langganan:
Postingan (Atom)